Home / Artikel / Aqidah / 9 Orang Yang Tidak akan Diajak Bicara Oleh Allah

9 Orang Yang Tidak akan Diajak Bicara Oleh Allah

1. Orang yang memakai kain melebihi mata kaki (musbil).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang isbal dalam hadits yang banyak, namun sebagian orang ada yang mempunyai pendapat yang tidak tepat, yaitu bahwa larangan berbuat isbal itu bila disertai dengan kesombongan, berdasarkan hadits:

مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ مِنَ الْخُيَلاَءِ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Siapa yang menyeret kainnya karena sombong maka Allah tidak akan melihat kepadanya pada hari kiamat.” (HR Al Bukhari dan Muslim).

Dan hadits Abu Bakar Ash Shiddiq [Islamic phrases=”Radhiyallahu ‘anhu”]I[/Islamic] :

عن النبي صلى الله عليه و سلم قال ( من جر ثوبه خيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة ) . قال أبو بكر يا رسول الله إن أحد شقي إزاري يسترخي إلا أن أتعاهد ذلك منه ؟ فقال النبي صلى الله عليه و سلم لست ممن يصنعه خيلاء

“Dari Abdullah bin Umar dari Nabi [Islamic phrases=”Shallallahu ‘alaihi wa Sallam”]z[/Islamic] bersabda, “Siapa yang menyeret kainnya karena sombong maka Allah tidak akan melihat kepadanya pada hari kiamat.” Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, sesuangguhnya salah satu bagian kainnya melorot tetapi aku berusaha untuk menjaganya (agar tidak melebihi mata kaki).” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Engkau tidak melakukannya karena sombong.” (HR Al Bukhari).

Mereka mengatakan bahwa hadits-hadits ini mengikat kemutlakan larangan isbal, artinya bahwa isbal itu dilarang bila disertai kesombongan, namun bila tidak disertai kesombongan maka hukumnya boleh.

Inilah fenomena kedangkalan dalam pemahaman. Karena bila kita perhatikan hadits Abu bakar di atas, tampak kepada kita bahwa Abu bakar tidak melakukan itu dengan sengaja, oleh karena itu Nabi menyatakan bahwa Abu bakar tidak melakukannya karena sombong. Ini menunjukkan bahwa orang yang melorotkannya dengan sengaja melebihi mata kakinya adalah orang yang sombong walaupun pelakunya mengklaim dirinya tidak sombong. Karena isbal itu sendiri adalah kesombongan sebagaimana dalam hadits:

وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الْإِزَارِ فَإِنَّ إِسْبَالَ الْإِزَارِ مِنْ الْمَخِيلَةِ

“Jauhilah olehmu isbal (memakai kain melebihi mata kaki), karena isbal itu termasuk kesombongan”. (HR Abu dawud).[1]

Al Hafidz ibnu Hajar Al ‘Asqolani [Islamic phrases=”Rahimahullah”]p[/Islamic] berkata, “Isbal itu berkonsekwensi kepada menyeret kain, dan menyeret kain itu berkonsekwensi kepada kesombongan walaupun orang yang melakukannya tidak bermaksud sombong.” (Fathul Baari 10/275).

Imam Ibnul ‘Arobi Al maliki [Islamic phrases=”Rahimahullah”]V[/Islamic] berkata, “Tidak boleh bagi seorangpun untuk memakai kain melebihi mata kakinya dan berkata, “Aku tidak sombong.” Karena larangan isbal telah mencakupnya secara lafadz dan illatnya.” (‘Aridlotul Ahwadzi 7/238).

Jadi klaim bahwa larangan isbal itu diikat dengan kesombongan adalah pendapat yang ganjil dan aneh, karena isbal itu sendiri sudah termasuk kesombongan walaupun pelakunya tidak bermaksud sombong sebagaimana yang katakan oleh Al Hafidz ibnu hajar tadi. Terlebih, Nabi [Islamic phrases=”Shallallahu ‘alaihi wa Sallam”]e[/Islamic] pernah mengingkari beberapa shahabat yang kainnya melebihi mata kaki tanpa bertanya, “Apakah kamu melakukannya karena sombong?” diantaranya adalah hadits ibnu Umar ia berkata:

مَرَرْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَفِى إِزَارِى اسْتِرْخَاءٌ فَقَالَ « يَا عَبْدَ اللَّهِ ارْفَعْ إِزَارَكَ ». فَرَفَعْتُهُ ثُمَّ قَالَ « زِدْ ». فَزِدْتُ فَمَا زِلْتُ أَتَحَرَّاهَا بَعْدُ.

“Aku melewati Rasulullah [Islamic phrases=”Shallallahu ‘alaihi wa Sallam”]H[/Islamic] sementara kainku melorot. Beliau bersabda, “Wahai Abdullah, angkat kainmu.” Akupun mengangkatnya. Beliau bersabda, “Tambah!” Akupun menambah (mengangkat)nya. Semenjak itu aku selalu menjaganya.” (HR Muslim).

Dari ‘Amru bin Syariid dari ayahnya berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبِعَ رَجُلًا مِنْ ثَقِيفٍ حَتَّى هَرْوَلَ فِي أَثَرِهِ حَتَّى أَخَذَ ثَوْبَهُ فَقَالَ ارْفَعْ إِزَارَكَ وَاتَّقِ اللَّه قَالَ فَكَشَفَ الرَّجُلُ عَنْ رُكْبَتَيْهِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَحْنَفُ وَتَصْطَكُّ رُكْبَتَايَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ خَلْقِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حَسَنٌ

“Sesungguhnya Nabi [Islamic phrases=”Shallallahu ‘alaihi wa Sallam”]e[/Islamic] pernah mengikuti seseorang dari Tsaqif sehingga beliau berjalan dengan cepat lalu beliau memegang bajunya dan bersabda, “Angkat kainmu! bertakwalah kamu kepada Allah” Lalu orang itu membuka kedua lututnya dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku ahnaf (yang berkaki bengkok berbentu X), dan kedua lututku beradu.” Beliau bersabda, “Setiap ciptaan Allah Azza wa Jalla itu indah.” (HR Ahmad dan lainnya).[2]

Lihatlah, apakah Rasulullah [Islamic phrases=”Shallallahu ‘alaihi wa Sallam”]e[/Islamic] bertanya terlebih dahulu apakah kamu sombong atau tidak? Ternyata tidak. Ini menunjukkan bahwa orang yang melakukan isbal dengan sengaja adalah orang yang sombong walaupun pelakunya merasa tidak sombong.

2. Orang yang suka mengungkit pemberiannya.

Mengungkit pemberian adalah perkara yang dapat membatalkan amal, Allah Ta’ala berfirman:

ياأيها الذين ءامنوا لا تبطلوا صدقاتكم بالمن والأذى كالذي ينفق ماله رئاء الناس ولا يؤمن بالله واليوم الأخر

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian membatalkan sedekah kalian dengan mengungkit dan menyakiti, seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya ingin dilihat manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir.” (Al baqarah: 264).

Hendaklah seorang muslim bertakwa kepada Allah dan tidak mengungkit kebaikan-kebaikannya kepada orang lain, baik kepada teman, anak, atau kaum fuqoro. Karena pemberiannya itu adalah untuk kebaikan dirinya sendiri dan pahala untuk persiapan menuju kematiannya.

About Ustadz Badrusalam

Nama beliau adalah Abu Yahya Badrussalam. Beliau lahir pada tanggal 27 April 1976 di desa Kampung Tengah, Cileungsi, Bogor, tempat dimana studio Radio Rodja berdiri. Beliau menamatkan pendidikan S1 di Universitas Islam Madinah Saudi Arabia Fakultas Hadits pada tahun 2001

Check Also

Puncak Keinginan

Hati yang menginginkan akherat tak mudah galau dan bersedih hati ketika terluput dari dunia. Ia hanya menggantungkan pengharapannya kepada Sang Pencipta

Tulis Komentar