Home / Artikel / Keutamaan Belajar Hadits

Keutamaan Belajar Hadits

Jihad fisabilillah.

Berkata Sayyid Muhammad bin Al Murtadla Al Yamani rahimahullah,” Orang yang memelihara sunnah dan membelanya sama dengan orang yang berjihad fi sabilillah, ia mempersiapkan alat-alat yang ia mampu dan kekuatan sebagaimana firman Allah Ta’ala :

 وأعدوا لهم مااستطعتم من قوة

            “Persiapkanlah untuk melawan mereka apa yang kamu mampu dari kekuatan”.

Dan disebutkan dalam Ash Shahih bahwa Jibril ‘Alaihissalam membantu Hassan bin Tsabit ketika membela Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sya’irnya. Maka demikian pula orang yang membela agama dan sunnahnya setelah itu karena keimanan, rasa cinta dan nasehat…”[11]

Imam Yahya bin Yahya At Tamimi guru imam Bukhari dan Muslim berkata,” Membela sunnah lebih utama dari berjihad fisabilillah”. Seseorang berkata kepadanya,” Orang yang menginfakkan hartanya, dan menyusahkan dirinya untuk berjihad, ternyata membela sunnah lebih utama ? beliau berkata,” Ya, jauh sekali.”[12]

Lebih faham Al Qur’an.

Umar bin Khaththab radliyallahu ‘anhu berkata,” Akan datang kelak orang-orang yang mengajakmu dialog dengan menggunakan syubuhat Al Qur’an (ayat-ayat mutasyabihat), maka berdialoglah dengan sunnah, karena orang yang berilmu tentang sunnah lebih mengetahui kitabullah.”[13]

Karena haditslah yang menjelaskan Al Qur’an bukan sebaliknya, kebanyakan ayat-ayat hukum adalah bersifat global dan penjelasannya ada dalam hadits. Imran bin Hushain radliyallahhu ‘anhu pernah berkata kepada seseorang,” Sesungguhnya engkau adalah orang yang bodoh, apakah engkau mendapatkan dalam kitabullah shalat dzuhur empat raka’at dengan tidak mengeraskan bacaan ? kemudian beliau menyebutkan shalat, zakat dan sebagainya, kemudian beliau berkata,” Apakah engkau mendapatkan semua ini dalam kitabullah secara terperinci ? sesungguhnya kitabullah telah menentukan hukumnya dan sunnah yang menjelaskannya”.[14]

Abdullah bin Mas’ud berkata,” Semoga Allah melaknat wanita yang mentato dan yang minta ditato, dan wanita yang mengukir giginya supaya terlihat indah, yang merubah-rubah ciptaan Allah Ta’ala”. Lalu perkataan beliau tersebut sampai kepada seorang wanita yang bernama Ummu Ya’qub, ia wanita yang hafal Al Qur’an. Wanita itupun mendatanginya dan berkata,” Perkataan apa yang sampai kepadaku darimu bahwa engkau melaknat wanita yang bertato dan yang minta ditato, dan wanita yang mengukir giginya supaya terlihat indah, yang merubah-rubah ciptaan Allah Ta’ala ?

Ibnu Mas’ud berkata,” Mengapa aku tidak melaknat orang yang telah dilaknat oleh Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ? dan ia ada dalam kitabullah”. Wanita itu berkata,” Aku telah membaca Al Qur’an semuanya namun aku tidak menemukannya ? ibnu Mas’ud berkata,” Jika kamu hafal Al Qur’an tentu kamu sudah menemukannya, tidakkah kamu membaca  :ur’ada dalam kitabullah”ilaknat oleh Rosulullah shallallahu ‘ibnu ataan apa yang sampai kepadaku darimu bahwa engkau melaknat wanita yang bertato dan yang minta ditato, rlihat indah, yang m

وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا

            “Apa-apa yang diperintahkan oleh Rosul ambillah, dan apa-apa yang dilarang olehnya tinggalkanlah”. (Al Hasyr : 7).[15]

Terhindar dari ra’yu yang tercela.

Al Khathib Al Baghdadi berkata: “Kalaulah orang yang mempunyai ra’yu yang rusak menyibukkan dirinya dengan ilmu yang bermanfaat untuknya, dan mempelajari sunah-sunah Rasulullah dan mengikuti jejak para fuqaha dan ahli hadits, ia akan menemukan sesuatu yang mencukupinya dan lebih mengikuti atsar dari pendapatnya yang rancu. Karena hadits mencakup pengetahuan tentang pokok-pokok tauhid, penjelasan tentang janji dan ancaman serta sifat-sifat Allah Rabul ‘alamin, mengabarkan tentang surga dan neraka, mengabarkan penciptaan langit dan bumi dan keajaiban makhluk-Nya, dan menyebutkan tentang para malaikat-Nya serta sifat-sifat dan tugasnya..”.[16]

Terkadang kita mendapati sebagian kelompok selalu berdalil dengan Al Qur’an dan menafsirkannya dengan ra’yu sendiri dan hawa nafsunya, dengan mempelajari hadits kita dapat mengetahui ra’yu yang benar dari yang salah, oleh karena itu Umar bin Khathab berkata:

سَيَكُونُ أَقْوَامٌ يُجَادِلُونَكُمْ بِمُتَشابَهِ الْقُرْآنِ فَخُذُوهُمْ بِالسُّنَنِ ، فَإِنَّ أَصْحَابَ السُّنَنِ أَعْلَمُ بِكِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى

“Akan datang suatu kaum mengajak kamu berdialog dengan ayat-ayat Al Qur’an yang mutasyabihat, maka bawalah mereka kepada sunnah, karena orang yang faham sunah lebih mengetahui kitabullah”.[17]


[1] Lihat Qowa’id attahdits karya Muhammad Jamaluddin Al Qasimi hal. 44.

[2] Ibid.

[3] Hadits Shahih. Dikeluarkan oleh At Tirmidzi no 2658, namun dalam sanadnya terdapat dua rawi mudallis yaitu Abdul Malik bin ‘Umair dan Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud dan keduanya meriwayatkan dengan ‘an’anah, akan tetapi hadits ini mempunyai syawahid diantaranya hadits Zaid bin Tsabit yang dikeluarkan oleh Tirmidzi juga no 2656 dengan sanad yang shahih, dan hadits Jubair bin Muth’im yang dikeluarkan oleh Al Hakim dalam Mustadraknya 1/162 no 294, Al Hakim berkata setelahnya,” Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Syaikhain”. Juga dari hadits Anas bin Malik, Abu Darda, Mu’adz bin Jabal dan An Nu’man bin Basyir sebagaimana yang dikatakan oleh ibnu Qayyim dalam miftah daarissa’adah 1/93.

[4] Ibnu Qayyim, miftah darissa’adah 1/94 tahqiq Sayid ‘Imran.

[5] Lihat Qowa’id attahdits karya Al Qasimi hal 48.

[6] Al Qasthalani, Irsyadussari muqodimah syarah shahih Bukhari 1/4. Syaikh Salim Al hilali dalam bukunya irsyadul fuhul hal 11-35 menyebutkan semua jalan-jalan hadits ini, dan berkesimpulan bahwa hadits ini hasan. Diantara ulama yang mengesahkannya adalah imam Ahmad bin Hanbal, Al Alai, ibnu Qayyim, ibnul Wazir Al Yamani, ibnul Mulaqqin, As Sakhowi, Shiddiq Hasan Khan dan lain-lain.

[7] An Nawawi, Tahdzib asma wallughat 1/17, lihat qowa’id attahdits hal 49.

[8] Al Qasimi, Qowa’id attahdits hal 49.

[9] Hal 8-9.

[10] Ibid.

[11] Qowa’id Attahdits hal 55-56.

[12] Siyar A’lam annubala 10/518.

[13] HR Ad Darimi 1/49 cet. Dar kutub ilmiyah.

[14] Al Aajurri, kitab Asy Syari’ah 1/179 no 104 tahqiq Ali bin Hamad Khosyaan.

[15] Bukhari no 4886, dan Muslim no 2125.

[16] Syaraf ashhabil hadits hal 7-8.

[17] HR Al Aajurri dalam Asy Syari’ah no 150.

About Ustadz Badrusalam

Nama beliau adalah Abu Yahya Badrussalam. Beliau lahir pada tanggal 27 April 1976 di desa Kampung Tengah, Cileungsi, Bogor, tempat dimana studio Radio Rodja berdiri. Beliau menamatkan pendidikan S1 di Universitas Islam Madinah Saudi Arabia Fakultas Hadits pada tahun 2001

Check Also

Tafsir Ayat-Ayat Manhaj (4) : Yusuf ayat 108

"Katakan, "Inilah jalanku, aku berdakwah kepada Allah. Di atas bashiroh (ilmu). Aku dan orang-orang yang mengikutiku. Mahasuci Allah dan aku tidak termasuk kaum musyrikin" (QS. Yusuf: 108).

Tulis Komentar